JATIMTIMES - Kolaborasi antara Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI, menjadi penanda keseriusan kampus dan negara dalam mengubah wajah pengelolaan dana umat. Lewat Seminar Nasional bertajuk Integrasi Filantropi dan Ekonomi Haji: Kontribusi untuk Pembangunan Berkelanjutan, kedua pihak membuka ruang dialog strategis tentang bagaimana dana haji tidak hanya aman secara syariah, tetapi juga berdampak nyata bagi kesejahteraan nasional.
Forum yang digelar di Aula Rektorat UIN Maliki Malang, belum lama ini, menghadirkan akademisi, regulator, dan pengelola dana umat dalam satu meja. Fokusnya satu: menjahit filantropi keagamaan dan ekonomi haji agar tidak berjalan terpisah.
Baca Juga : Kopi Hamur Mbah Ndut, Rumah Tua Kajoetangan Jadi Ruang Singgah Wisatawan
Sekretaris Ditjen PHU Kemenag RI, Dr. HM Arif Hatim, M.Ag., menegaskan bahwa ibadah haji menyimpan dimensi sosial-ekonomi yang besar. Dengan lebih dari 5 juta calon jemaah haji dalam daftar tunggu dan kuota tahunan sekitar 221 ribu orang, dana yang berputar setiap tahun mencapai nilai triliunan rupiah.

“Jika dikelola secara profesional, produktif, dan akuntabel, dana haji tidak hanya aman, tetapi juga bisa memberi kontribusi nyata bagi pembangunan nasional dan penguatan kesejahteraan umat,” ujar Arif Hatim.
Ia menjelaskan, filantropi keagamaan seperti zakat, infak, dan sedekah selama ini telah menjadi instrumen efektif dalam pengentasan kemiskinan. Namun, integrasinya dengan ekonomi haji masih menghadapi tantangan, baik dari sisi kebijakan, pemanfaatan riset, maupun sinergi antarpemangku kepentingan.
Seminar ini, lanjutnya, menjadi bagian dari upaya membangun ekosistem kolaboratif antara negara, akademisi, dan lembaga pengelola dana umat. Tujuannya merumuskan strategi pembiayaan berkelanjutan, membagikan praktik baik, serta menyusun rekomendasi kebijakan yang aplikatif.
Dari sisi kampus, Rektor UIN Maliki Malang, Prof. Dr. Hj. Ilfi Nur Diana, M.Si., menilai kolaborasi semacam ini penting untuk memutus sekat-sekat diskusi ekonomi keumatan.

“Selama ini filantropi dibahas sendiri, ekonomi haji dibahas sendiri. Padahal irisan keduanya sangat kuat dan potensial jika dikelola bersama,” kata Prof Ilfi.
Ia juga menyinggung kerja sama yang telah dijajaki UIN Maliki Malang dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Menurutnya, dana haji merupakan dana umat yang pengelolaannya harus ekstra hati-hati, profesional, dan tunduk pada regulasi.
“Kendala kita sering ada di aspek regulasi, terutama yang bersinggungan dengan Kementerian Keuangan. Karena itu, ruang dialog seperti ini menjadi sangat penting agar potensi besar tersebut tidak berhenti di atas kertas,” ujarnya.
Baca Juga : Wisatawan Membludak di Kayutangan Heritage, Penjualan UMKM Naik Dua Kali Lipat
Prof Ilfi menyebut, total dana haji yang kini dikelola BPKH telah mencapai sekitar Rp180 triliun. Angka ini, menurutnya, memiliki daya ungkit besar jika diarahkan untuk pembiayaan pendidikan, penelitian, layanan kesehatan, hingga program pemberdayaan masyarakat.
Seminar nasional tersebut menghadirkan Ketua BAZNAS Provinsi Jawa Timur, perwakilan BPKH, serta para pakar ekonomi Islam dari berbagai perguruan tinggi. Para pemateri membedah isu integrasi filantropi dan ekonomi haji dari sudut pandang kebijakan, konsep, hingga praktik di lapangan.
Diskusi berlangsung dinamis. Satu kesimpulan mengemuka: kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan lembaga pengelola dana umat adalah kunci agar dana haji benar-benar menjadi motor pembangunan berkelanjutan, bukan sekadar angka besar yang diam di neraca keuangan.
