JATIMTIMES - Setiap menjelang Natal, diskusi mengenai boleh atau tidaknya umat Islam mengucapkan selamat Natal kembali mencuat di ruang publik. Perbedaan pandangan ini bukan tanpa alasan, sebab para ulama memiliki cara pandang yang beragam dalam memahami batas toleransi, akidah, serta hubungan sosial antarumat beragama.
Berikut rangkuman pandangan para ulama yang disarikan dari berbagai sumber, mulai dari yang membolehkan, menganjurkan kehati-hatian, hingga yang melarang secara tegas.
Baca Juga : BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Santunan PMI Korban Kebakaran Hong Kong
Pendapat yang Membolehkan Ucapan Selamat Natal
Dikutip dari laman Universitas Islam Indonesia (UII), mengucapkan selamat Natal tidak secara mutlak dilarang dalam Islam. Pandangan ini menempatkan ucapan tersebut sebagai bagian dari etika sosial, bukan praktik keagamaan.
Landasan utamanya adalah firman Allah SWT dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 8:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya:
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."
Ayat ini dipahami sebagai penegasan bahwa Islam membuka ruang interaksi yang baik dengan non-muslim. Oleh sebab itu, menyampaikan ucapan selamat Natal dipandang sebagai wujud kebaikan dan penghormatan dalam relasi sosial.
Pandangan ini juga dikuatkan oleh hadis riwayat Anas bin Malik tentang sikap Rasulullah SAW terhadap seorang anak Yahudi yang sakit:
كَانَ غُلَامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ ﷺ فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ ﷺ يَعُودُهُ...
Artinya:
"Seorang anak Yahudi yang biasa melayani Nabi SAW jatuh sakit. Nabi lalu menjenguknya dan mengajaknya masuk Islam…" (HR Bukhari).
Hadis tersebut dijadikan contoh bahwa akhlak mulia dan kebaikan Nabi tidak dibatasi oleh perbedaan agama, sehingga ucapan selamat dinilai sah selama tidak disertai keyakinan akidah.
Pandangan yang Menyarankan Bersikap Hati-hati
Berbeda dengan pandangan di atas, Muhammadiyah mengambil posisi lebih moderat dengan menganjurkan kehati-hatian. Pandangan ini dilansir dari laman Masjid Muhammadiyah.
Muhammadiyah berpandangan bahwa ucapan selamat Natal sebaiknya dihindari karena berpotensi masuk wilayah syubhat. Prinsip ini merujuk pada hadis Nabi Muhammad SAW:
"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara yang samar (syubhat)." (HR Muslim)
Dalam kaidah fiqh, menghindari hal yang meragukan dianggap lebih aman bagi akidah. Meski begitu, Muhammadiyah tetap menekankan pentingnya menjaga hubungan sosial yang harmonis.
Melalui Surat Edaran Muhammadiyah Nomor 5 Tahun 2020, dijelaskan bahwa kerja sama sosial dengan non-muslim, seperti membantu kegiatan non-ibadah, tetap diperbolehkan selama tidak berkaitan dengan ritual keagamaan.
Baca Juga : Berapa Hari Lagi 2026? Tinggal Hitungan Hari, Tahun Baru Sudah di Depan Mata
Pendekatan ini menekankan prinsip al-jam’u wat-taufiq, yakni menyeimbangkan dalil agama dengan realitas sosial, terutama bagi umat Islam yang hidup di lingkungan plural.
Pendapat Ulama yang Mengharamkan Ucapan Selamat Natal
Pandangan paling tegas datang dari sejumlah ulama yang menyatakan mengucapkan selamat Natal hukumnya haram. Pendapat ini dirujuk dalam jurnal Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut Yusuf Al-Qaradhawi dan Shaleh Al-Utsaimin, dengan rujukan kitab Ahkam Ahludz Dzimmah karya Ibnul Qayyim.
Larangan ini berangkat dari keyakinan bahwa ucapan selamat atas hari raya agama lain dapat dimaknai sebagai pengakuan terhadap keyakinan di luar Islam. Dalil yang digunakan antara lain Surah Az-Zumar ayat 7:
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَىٰ لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ ۖ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
Artinya:
"Jika kamu ingkar, maka Allah tidak memerlukan imanmu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya."
Selain itu, hadis Nabi SAW juga dijadikan dasar:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya:
"Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut." (HR Abu Dawud).
Syaikh Shalih Al-Utsaimin berpendapat bahwa ucapan selamat hari raya agama lain tidak diperkenankan, bahkan dianjurkan untuk tidak membalasnya karena bukan bagian dari tradisi Islam.
Dari berbagai pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa hukum mengucapkan selamat Natal dalam Islam merupakan persoalan ijtihadiyah yang membuka ruang perbedaan pendapat. Setiap pandangan memiliki dasar dalil dan metodologi masing-masing.
Umat Islam dianjurkan untuk menyikapi perbedaan ini dengan bijak, memilih pendapat yang diyakini paling mendekati kebenaran, serta tetap menjaga sikap saling menghormati dalam kehidupan bermasyarakat.
