JATIMTIMES - Di rumah yang penuh berkah di Madinah, dua bayi mungil disambut dengan suka cita: Hasan dan Husain, cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW dari pasangan Ali bin Abi Thalib dan Fathimah az-Zahra. Namun, ada satu peristiwa penting yang menandai hari-hari awal kehidupan mereka, khitan pada hari ketujuh setelah kelahiran.
Tradisi itu bukan sekadar tindakan medis, tapi bagian dari warisan kenabian yang sarat makna spiritual. Diriwayatkan dalam Al-Badrul Munir, Ummul Mukminin Aisyah RA menuturkan, “Rasulullah mengkhitan al-Hasan dan al-Husain pada hari ketujuh setelah kelahiran keduanya.” Sebuah momen sederhana yang menunjukkan betapa Nabi SAW memperhatikan kesucian fitrah bahkan sejak awal kehidupan cucunya.
Baca Juga : Jalan Sehat Santri Sarungan : Gus Qowim Ajak Santri Wujudkan Kota Kediri MAPAN
Khitan dalam Islam bukan hanya perkara kebersihan jasmani, melainkan simbol penyempurnaan iman dan kesetiaan pada ajaran para nabi terdahulu. Rasulullah SAW menegaskan dalam sabdanya yang diriwayatkan Abu Hurairah, “Ada lima hal yang termasuk fitrah: berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR Muslim). Dari hadis itu, jelas bahwa khitan merupakan bagian dari jalan suci yang dilalui para rasul sebelum beliau.
Bersamaan dengan khitan, Rasulullah juga mengajarkan rangkaian adab lain bagi orang tua yang dikaruniai anak: memberi nama, mencukur rambut, serta bersedekah seberat rambut bayi dengan emas atau perak. Semua itu adalah simbol penyucian diri sekaligus bentuk syukur atas lahirnya generasi baru.
Hasan dan Husain pun tumbuh dalam pelukan kasih kakek mereka. Rasulullah SAW tak pernah menyembunyikan rasa cintanya. Beliau bersabda, “Ya Allah, aku mencintai keduanya, maka cintailah mereka berdua.” (HR Bukhari). Doa itu menjadi warisan abadi, mengukir nama kedua cucu tersebut sebagai lambang kemuliaan dan cinta dalam sejarah Islam.
Kisah kelahiran keduanya juga diwarnai kehadiran Rasulullah dalam memberi nama. Ketika Ali hendak menamai putranya yang pertama dengan “Harb”, Nabi menolak lembut dan bersabda, “Namanya adalah Hasan.” Begitu pula pada kelahiran adiknya, beliau menamai sang bayi “Husain”. Nama-nama itu bukan kebetulan; keduanya selaras dengan tradisi penamaan anak-anak Nabi Harun AS, Syabr, Syubair, dan Musybir, yang memiliki makna serupa.
Kehadiran Hasan dan Husain menjadi pelipur bagi hati Rasulullah yang pernah kehilangan putra-putranya di usia dini. Dari rahim Maria al-Qibthiyyah, beliau dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Ibrahim, yang wafat saat berusia tujuh bulan. Maka, Hasan dan Husain hadir bukan sekadar cucu, mereka adalah jawaban atas rindu Nabi terhadap keturunan laki-laki yang hidup, dua penerus cinta dan doa yang tak pernah padam.
Baca Juga : Kalender Jawa Minggu Pon 2 November 2025: Hati-Hati dengan Atasan!
Khitan keduanya menjadi simbol awal perjalanan suci itu. Ia bukan hanya tindakan fisik, tetapi pernyataan iman, bahwa kesucian sejati dimulai dari ketaatan. Melalui tangan Nabi sendiri, dua cucu beliau memulai hidup dengan langkah yang bersih, selaras dengan fitrah yang dititipkan Allah kepada manusia.
Kini, setiap kali nama Hasan dan Husain disebut, umat Islam tak hanya mengenang keberanian dan keteladanan mereka, tapi juga mengingat bagaimana perjalanan hidup mereka dimulai: dari sebuah tindakan kecil namun penuh makna, khitan yang dilakukan di bawah naungan kasih sayang Rasulullah SAW.
