JATIMTIMES - Beberapa fenomena tak biasa diprediksi akan terjadi pada bulan Ramadhan 1444 H ini. Salah satu temuan dari tim Astrofotografi UB menyebutkan bahwa penentuan awal Ramadhan antara Metode Hisab (Muhammadiyah) dan Metode Rukyatul Hilal (NU) sama. Namun saat penentuan lebaran, kedua metode itu memperlihatkan hasil yang berbeda.
Menurut Ketua Tim Astrofotografi UB Eka Maulana, untuk metode hisab, 1 Ramadhan akan jatuh pada hari Kamis 23 Maret 2023 dengan posisi ketinggian hilal pada hari selasa mencapai 7 derajat di kota Yogyakarta.
Baca Juga : Sempat Viral dan Dinilai Meresahkan, Penjual Nasi Goreng B2 di Kota Malang Ditertibkan
Sedangkan menurut metode rukyatul hilal dengan kriteria imkanur rukyat 1 Ramadhan 1444H diprediksi jatuh pada hari yang sama (Kamis, 23 Maret 2023).
"Dengan kemungkinan bulan dapat dilihat terutama di Indonesia bagian barat jika langit cerah dengan tinggi hilal mencapai 8 derajat dan sudut elongasi lebih dari 9 derajat di kota Sabang pada hari sebelumnya," jelas Maulana.
Namun untuk lebaran, tim Astrofotografi UB memprediksi hasil metode hilal antara NU dan Muhammadiyah akan berbeda. Dijelaskan Maulana, untuk metode hisab (MD) akan diputuskan 1 Syawal 1444 H jatuh hari Jumat, 21 April 2023. Yakni dengan ketinggian hilal pada hari sebelumnya 1 derajat 47 menit 58 detik busur.
Sementara untuk penentuan lebaran dengan metode Rukyatul hilal yang menggunakan kriteria imkanur rukyat dimungkinkan hilal bulan baru belum terlihat pada hari sebelumnya (Kamis, 20 April 2023).
"Karena masih dibawah kriteria MABIMS 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat. Sekalipun diamati dari wilayah Indonesia bagian barat (Kota Sabang) dengan ketinggian hilal 1 derajat pada hari kamis 20 April 2023. Sangat besar kemungkinan bulan baru tidak bisa dilihat pada hari tersebut meskipun menggunakan alat bantu," tandas.
Selain itu, Maulana menyebutkan ada fenomena unik yang bakal terjadi selama bulan Ramadhan. Yakni adanya fenomena Gerhana Matahari pada 20 April 2023.
"Ketika terjadi konjungsi matahari dan bulan menjelang 1 Syawal 1444. Gerhana matahari total dapat diamati di Indonesia bagian Timur hingga tengah, sedangkan gerhana matahari parsial (sebagian) dapat diamati dari Indonesia bagian tengah hingga bagian barat," jelas Maulana.
Lebih lanjut Maulana menjelaskan bahwa warga Kota Malang yang hendak mengamati gerhana matahari parsial bisa dimulai pukul 9.28 WIB hingga pukul 12.22 WIB.
"Puncak gerhana matahari terjadi pukul 10.52 WIB dengan tingkat magnitute gerhana 67 persen. Total waktu gerhana sekitar 2 jam 55 menit," tandas Maulana.
Dia juga menjelaskan soal dampak negatif dan positif adanya Gerhana Matahari. Menurut Maulana, terjadinya gerhana matahari berpotensi dapat menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi inframerah matahari yang jatuh ke lapisan ionosfer bumi.
Baca Juga : Fenomena Jasa Pembaca Doa yang Marak di Ibukota Jelang Ramadhan
Fenomena ini, lanjut Maulana memungkinkan menurunnya jumlah foton yang merupakan gelombang elektromagnetik yang berada di atas bumi. Di mana sifatnya sebagai gelombang elektromagnetik ini berperan sebagai media transmisi dalam pengiriman sinyal satelit, radio, HP, maupun sinyal perangkat komunikasi sejenis lainnya.
"Jika perangkat-perangkat komunikasi ini tidak diset dengan ambang batas toleransi perubahan intensitas radiasi ini maka ada peluang akan terpengaruh dalam pengiriman datanya," kata Maulana.
"Perubahan radiasi ini besar kemungkinan juga dapat dirasakan oleh mahkluk hidup lain yang peka terhadap perubahan intensitas gelombang elektromagnetik seperti hewan melata, burung, maupun jenis tanaman tertentu," imbuhnya.
Tim Astrofotografi UB pun menyarankan agar masyarakat selalu waspada terhadap segala bentuk perubahan iklim, cuaca, maupun fenomena alam lainya.
"Bahwa adanya fenomena-fenomena ini adalah tanda-tanda alam dari sang Pencipta yang mestinya kita ambil pelajaran serta hikmahnya. Disarankan melihat gerhana matahari dengan filter matahari, sehingga tidak secara langsung radiasi sinar ini mengenai mata kita," saran Maulana.
Sebagai informasi tambahan, tim Astrofotografi UB juga melakukan kajian astrofotografi dengan Artificial Intelligence (AI) untuk melakukan analisis dan prediksi fenomena-fenomena luar angkasa, satelit, dan benda-benda langit lainnya.
Selain itu, Koordinator tim Astrofotografi UB M Fauzan Edipurnomo juga melakukan arah pengembangan AI untuk pengiriman sinyal satelit melalui pengiriman sinyal dengan antena khusus. Tujuannya untuk meningkatkan performansi pengiriman data digital.
Tak hanya itu, tim Astrofotografi UB juga menggunakan teleskop astrophotography tipe refraktor (Losmandy) untuk mengamati fenomena tak biasa yang terjadi selama Ramadhan.