JATIMTIMES - Puluhan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang berasal dari wilayah Kota Malang mengadu ke DPRD Kota Malang, Selasa (3/1/2023). Mereka mengeluh karena keluarganya yang menjadi korban masih trauma akibat tragedi kelam 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Kepanjen tersebut.
Salah satu keluarga korban bernama Kukuh Arif mengatakan, akibat tragedi Kanjuruhan, ketiga anggota keluarganya meninggal dunia. Bahkan, ketiganya masih berusia anak-anak.
Baca Juga : Komitmen Kawal Tragedi Kanjuruhan, DPRD Kabupaten Malang akan Bersurat ke Presiden
“Keluarga saya jadi korban tiga. Satu anak perempuan dan dua anak laki-laki dari Jombang dan Tulungagung,” ujar Kukuh.
Kukuh sendiri memiliki dua anak. Dari jumlah itu, satu anaknya meninggal dunia. Satu lagi sempat mengalami luka berat di kepala dan dada bekas gas air mata dan injakan.
Khusus yang luka, Kukuh mengaku anaknya masih mengalami trauma berat hingga saat ini. Padahal, tragedi Kanjuruhan telah usai tiga bulan lalu namun traumanya tak kunjung hilang.
“Tentunya masih trauma. Apalagi ibu dari keponakan saya dari Tulungagung. Itu masih nangis terus,” kata Kukuh.
Keluarga korban lainnya, yakni Hari Prasetyo, juga mengaku bahwa kedua cucunya masih terus-menerus memanggil ibunya yang menjadi korban meninggal dunia tragedi Kanjuruhan. Ibu yang menjadi korban tersebut adalah Radina Astrida Lufitasari (21).
“Cucu saya setiap hari tanya mamanya di mana. Saya hanya bisa bilang mama kerja,” ungkap Hari.
Kedua cucu Hari tersebut masih berusia 3,5 tahun dan 1,5 tahun bernama Yusril dan Defan. Saat ini, keduanya setiap hari hanya bermain handphone dan diam saja. Terkadang, kedua cucunya juga enggan untuk makan.
“Saya terus-menerus bilang mama kerja, nyari yang buat kalian sekolah. Kadang mereka juga tiba-tiba emosi tinggi karena nggak pernah ketemu mamanya,” ungkap Hari.
Baca Juga : Datangi Wakil Rakyat, Korban Keluarga Tragedi Kanjuruhan Desak Dewan Bentuk Pansus
Sementara, Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika mengaku apa yang disampaikan setidaknya 28 keluarga korban telah ditampung. Dalam hal ini, skala prioritas yang akan dilakukan adalah mengatasi trauma bagi para korban dan keluarga korban.
Terlebih, keluarga korban juga mengajukan permintaan untuk pelaksanaan trauma healing dilakukan di rumah. Mereka merasa keluarganya masih trauma jika dibawa ke rumah sakit ataupun ke kantor polisi.
“Kami akan koordinasi dengan polresta, dalam hal ini perlindungan ibu dan anak polresta, untuk memberikan trauma healing kepada mereka dan dilakukan di rumah saja, tanpa mereka datang ke RS atau kantor polisi, karena mereka trauma,” jelas Made.
Disinggung masalah proses keadilan, Made menyebut hal tersebut hanya bisa menunggu persidangan. Dan persidangan sendiri rencananya berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya (PN Surabaya).
“Kita hanya bisa menyampaikan kalau masalah keadilan, ya menunggu persidangan. Keadilan akan muncul di persidangan,” tutup Made.