Bakesbangpol Kota Blitar Perkuat Demokrasi Inklusif Lewat Pendidikan Politik bagi Penyandang Disabilitas

Reporter

Aunur Rofiq

Editor

Dede Nana

03 - Dec - 2025, 02:32

Kepala Bakesbangpol Kota Blitar Toto Robandiyo bersama jajaran Bakesbangpol, para pemateri, dan peserta kegiatan Pendidikan Politik bagi Penyandang Disabilitas berfoto bersama usai sesi pembukaan.(Foto: Bakesbangpol Kota Blitar for JatimTIMES)

JATIMTIMES – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Blitar memperkuat komitmen demokrasi inklusif dengan menyelenggarakan Pendidikan Politik bagi Penyandang Disabilitas, Rabu (3/12/2025), di Aula Bakesbangpol. Kegiatan ini melibatkan 60 peserta dari beragam ragam disabilitas, serta menghadirkan partai politik yang memiliki kursi di DPRD, akademisi Unisba Blitar, dan Komisioner KPU Kota Blitar sebagai pemateri.

Kegiatan tersebut juga digelar untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional sekaligus mengevaluasi tingkat partisipasi politik kelompok disabilitas pada Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Kepala Bakesbangpol Kota Blitar, Toto Robandiyo, menegaskan bahwa pendidikan politik merupakan kebutuhan dasar bagi seluruh warga, termasuk penyandang disabilitas, agar mereka mampu memperkuat posisi politik dan memperjuangkan hak-hak publiknya.

Baca Juga : Operasi Zebra Semeru di Kota Batu: 5.856 Pelanggar Aturan Lalin Disanksi Tilang

“Hari ini kita mengangkat tema pendidikan politik bagi disabilitas. Di satu sisi, kita ingin memeriahkan peringatan Hari Disabilitas Internasional, dan di sisi lain kita ingin melakukan evaluasi bagaimana teman-teman disabilitas berpartisipasi dalam Pemilu Presiden, Legislatif, dan Pilkada kemarin,” ujar Toto.

Ia mengatakan, pemerintah tidak ingin penyandang disabilitas hanya hadir sebagai pemilih seremonial setiap kali pemilu tiba. Mereka harus memiliki kesadaran politik berkelanjutan, memahami hak-hak konstitusionalnya, serta mampu menyampaikan aspirasi kepada lembaga negara.

“Harapan kami, teman-teman disabilitas bisa punya kepedulian dan semangat bahwa mereka memiliki hak-hak politik yang bisa disalurkan dan dimintakan kepada para pihak. Jangan sampai disabilitas hanya dipakai kepentingannya sesaat di pemilu, sementara proses politik dan pembangunan berjalan tanpa mereka tahu dan terlibat,” tegas Toto.

Kegiatan ini terselenggara melalui kolaborasi Bakesbangpol Kota Blitar dengan Unisba Blitar, LKS Pelita Blitar, dan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Blitar. Selain peserta disabilitas, Bakesbangpol juga mengundang seluruh partai politik yang memiliki kursi di DPRD Kota Blitar agar dapat berinteraksi langsung dan menyerap aspirasi kelompok rentan ini.

Menurut Toto, hal tersebut penting karena peningkatan inklusivitas politik tidak hanya bertumpu pada pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab bersama.

“Kami ingin pendidikan politik menyasar penyandang disabilitas secara nyata. Karena pemerintah wajib melindungi, memberdayakan, dan mengayomi. Itu prinsip yang diamanatkan undang-undang. Kebijakan pembangunan harus bisa mengakomodasi kepentingan disabilitas jika memang belum tersentuh,” katanya.

Difabel

KPU: Demokrasi Harus Melindungi Hak Minoritas

Materi pertama disampaikan oleh Komisioner KPU Kota Blitar Divisi Sosdiklih, Parmas, dan SDM, Dwi Hesti Ermono. Ia memulai pemaparannya dengan mengutip pesan-pesan tokoh dunia tentang bahaya apatisme politik.

Dwi Hesti menekankan bahwa buta politik merupakan ancaman serius bagi kualitas demokrasi. Ia mengutip penyair Jerman Bertolt Brecht: “Buta yang terburuk adalah buta politik. Ia tidak tahu bahwa harga kebutuhan sehari-hari, sewa rumah, hingga obat-obatan bergantung pada keputusan politik.”

“Baik kita menyadarinya atau tidak, hasil pemilihan sangat berpengaruh kepada kehidupan kita. Karena itu, kita harus berpartisipasi untuk memastikan kedaulatan rakyat terwujud,” ujar Dwi Hesti.

Ia menjelaskan makna demokrasi menurut para pemikir besar, mulai dari Miriam Budiardjo hingga Max Weber. Intinya, politik adalah aktivitas yang menentukan tujuan bersama dan cara mencapainya.

Dwi juga menyoroti tantangan demokrasi modern, seperti politik uang, polarisasi sosial, hoaks, hingga rendahnya partisipasi publik di luar pemilu.

“Partisipasi tidak cukup hanya saat pemilu. Mengawal kebijakan publik juga merupakan bentuk partisipasi politik yang penting,” ujarnya.

Ia memaparkan bahwa partisipasi pemilih disabilitas di Kota Blitar pada Pemilu 2024 masih berada di angka 55,57 persen, lebih rendah dibandingkan partisipasi umum masyarakat yang mencapai lebih dari 79 persen.

“Ini menjadi pekerjaan rumah bersama agar pemilu berikutnya lebih inklusif dan aksesibel,” ucapnya.

Menurut Dwi, penyandang disabilitas memiliki hak penuh dalam pemilu: mulai dari terdaftar sebagai pemilih, memperoleh informasi yang mudah dipahami, mendapat fasilitas akses di TPS, hingga memilih secara mandiri atau didampingi.

“Pemilu harus ramah disabilitas. Informasi harus aksesibel, TPS harus inklusif, dan layanan pendampingan harus disiapkan dengan baik,” katanya.

Kpu

Paparan Akademisi: Jangan Takut Berpolitik

Baca Juga : Masuk Kategori BPD Terbaik 2025, Bank Jatim Dukung Percepatan dan Perluasan Digital Daerah 

Materi kedua disampaikan oleh Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unisba Blitar, Dr. Andiwi Meifilina D.I., S.I.Kom., M.I.Kom., yang menyoroti persoalan marjinalisasi politik terhadap penyandang disabilitas. Ia menyampaikan bahwa hingga kini masih banyak penyandang disabilitas yang merasa takut, terpinggirkan, atau tidak percaya diri untuk berpartisipasi dalam politik.

“Memilih dan dipilih merupakan hak politik penyandang disabilitas. Karena itu, jangan takut untuk berpolitik,” tegas Andiwi.

Ia menjelaskan, ketidakberdayaan politik dapat membuat disabilitas terus berada dalam siklus subordinasi. Padahal, politik menentukan kualitas akses mereka terhadap layanan publik, perlindungan sosial, hingga peluang ekonomi.

“Penting untuk berpolitik karena tanpa itu akan terjadi pembunuhan hak, hilangnya representasi dan keadilan. Kita harus menghilangkan stigma bahwa disabilitas tidak berperan dalam politik,” ujarnya.

Ia menegaskan, penyandang disabilitas tidak boleh pasif dan hanya menjadi objek politik saat pemilu. Dengan pengetahuan dan kesadaran politik yang kuat, mereka mampu membangun kekuatan kolektif.

“Jangan takut dijadikan alat politik. Dengan kesadaran yang kuat, disabilitas justru bisa menggunakan kekuatan kolektif untuk memastikan hak-haknya terpenuhi,” kata Andiwi.

Ia juga menekankan pentingnya ruang politik yang ramah disabilitas. “Dunia politik harusnya menjadi rumah bagi kaum disabilitas dalam menyuarakan aspirasi. Politik yang baik harus merangkul semua lapisan masyarakat, bukan mengabaikan suara minoritas,” ujarnya.

Andiwi menutup paparannya dengan menekankan perlunya kolaborasi. “Diperlukan kerja bersama pemerintah dan KPU untuk meningkatkan partisipasi politik disabilitas,” katanya.

Andiwi

Disabilitas Harus Terlibat dalam Kebijakan Publik

Melalui kegiatan ini, Bakesbangpol ingin memastikan penyandang disabilitas tidak hanya hadir sebagai pemilih, tetapi juga ikut terlibat dalam proses pembangunan dan kebijakan publik.

“Proses politik dan pembangunan berjalan sesuai program kepala daerah. Harapan kami, teman-teman disabilitas tahu apa hak-haknya sebagai warga negara, dan bisa menyampaikan jika ada kebijakan yang belum menyentuh mereka,” ujar Toto.

Ia menegaskan, pemerintah akan terus memperkuat upaya perlindungan dan pemberdayaan disabilitas agar tidak ada kelompok yang tertinggal dalam proses demokrasi dan pembangunan daerah.

Kegiatan ditutup dengan komitmen bersama untuk memperluas akses politik bagi penyandang disabilitas di Kota Blitar, sekaligus menjadikan demokrasi lebih inklusif, ramah, dan adil bagi semua warga.

Disabilitas